Galang, TABEnews.com
Kebangkitan UMKM bagi pengusaha Gula Aren, di Tolitoli Sulawesi Tengah bak merindukan bulan.
Pasalnya, perhatian terhadap puluhan bahkan ratusan petani bergelut dalam usaha ini hampir bahkan tidak tersentuh oleh program pemerintah.
Padahal, usaha pembuatan gula aren merupakan salah satu unit atau bagian dari UMKM. Apa lagi, gula arena dikonsumsi setiap orang dan setiap saat atau untuk bahan campuran makanan lainnya.
Petani gula aren atau gula merah di Pinjan dan Bajugan kepada media ini mengaku, usahanya ibarat hidup segan mati tak mau.
“Iya! Begitu faktanya pak. Kadang kalau air aren berkurang, kami baru buat gula dalam dua hari kemudian, ” ujar Safar.
Aren atau enau yang kami andalkan memang hidup dihutan, bukan hasil budi daya sehinga tergantung alam usaha ini.
Meski begitu, usaha inilah yang menjadi andalan keluarga Safar dengan seorang istri dan tiga orang anaknya.
Lain lagi cerita Asse di Bajugan, membuat gula merah hanyalah usaha sampingan selain bertani.
Sehari Asse bisa mencetak gula merah 10 sampai 13 buah, dengan hanya rata rata Rp 10 ribu/buah atau biji.
Tapi, bagi usaha ini tidak menjanjikan karena pohon enau tidak sepanjang waktu menghasilkan air untuk gula.
Memang usaha ini tidak mendapat perhatian pemerintah, sehingga kami usaha ini tergantung alam atau enau di hutan atau di kebun warga yang tumbuh sendiri.
Untuk menghasilkan 10 biji gula merah, dibutuhkan air Aren 30 sampai 50 liter.
Adapun bahan dan peralatannya, panci goreng ukuran besar, tunggu dan bahan bakar kayu.
Harga gula di tiga pasar dalam kota Tolitoli bervariasi antara Rp 13.ribu per buah sampai Rp 25 ribu. Ini tergantung ukuran nya.
Untuk menjadikan produksi gula aren stabil secara kualitas diperlukan perhatian dan pelatihan agar mereka bisa disentuh UMKM. sy