foto ss babenews
Rakyat Indonesia harus bersyukur memiliki yang menjadi penyelamat dari kehancuran.
Hal itu dikatakan oeh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra.
Azra optimis Pancasila masih dapat bertahan di masa depan. Optimisme tersebut didasarkan pada fakta mayoritas muslim Indonesia mendukung Pancasila.
Hal itu ia sampaikan dalam Diskusi yang diselenggarakan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) bertajuk ‘Pancasila dan Demokrasi di Indonesia: Menyelami Pemikiran Prof Ahmad Syafii Maarif’, dikutip dari kanal YouTube CSIS, Sabtu (2/7/2022).
“Kita ini beruntung, karena negara muslim lainnya kacau balau.”
“Indonesia ini mayoritas muslim tapi tidak kacau balau karena punya Pancasila,” katanya.
Sebagai kelompok mayoritas di Indonesia, lanjut Azra, Umat Islam dapat menjadi faktor pendukung sekaligus faktor penghambat dalam upaya mempertahankan sebagai ideologi bangsa.
Sebagai faktor pendukung, karena sebagian besar Umat Islam bersedia mempertahankan sebagai ideologi bangsa, khususnya melalui ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Sebaliknya, Umat Islam juga bisa menjadi faktor penghambat, karena adanya fakta masih ada segelintir Umat Islam yang mencoba mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain, sebut saja ideologi khilafah.
Hal itu akan menjadi masalah serius, karena dapat mengancam tenun kebangsaan serta persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia yang majemuk.
Azyumardi Azra pun tak menampik ada kelompok-kelompok Islam kecil seperti Khilafatul Muslimin yang mencoba menggantikan .
Namun, mayoritas masyarakat muslim Indonesia mendukung Pancasila, maka rencana tersebut tidak akan terjadi.
“Pancasila bisa bertahan, meskipun ada tantangan. didukung oleh mayoritas muslim Indonesia.”
“Saya mengatakan mayoritas, karena kelompok Khilafatul Muslimin yang mengusung ideologi khilafah, itu juga muslim,” paparnya.
Ketua Dewan Pers Indonesia itu menuturkan, nilai-nilai Pancasila sejauh ini belum dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, sehingga ada kesenjangan sosial akibat dari terkikisnya nilai-nilai Pancasila tersebut.
“Saya enggak ragu sedikitpun, walaupun ada tantangan, mungkin terlalu optimistis, walau kita melihat kalau itu sebagian besarnya masih lip service.”
“Kalau kita kaitkan dengan pikiran Buya Syafii Maarif itu enggak klop, jauh, ada kesenjangan antara nilai-nilai .”
“Misalnya ketuhanan yang maha esa, kita melihat dari perspektif orang Islam.”
“Orang Islam Indonesia itu ada yang disebut orang-orang yang mengambil jalannya sendiri, hukumnya sendiri, disebut oleh Buya Syafii sebagai preman berjubah, diksinya mungkin keras, preman berjubah yang mengambil jalannya sendiri,” bebernya.
Hal yang sama juga tercermin pada sila kedua, yakni persatuan Indonesia yang juga terbelah karena disparitas sosial ekonomi.
Sebagian besar Bangsa Indonesia ini pra agraris, yang kemudian menimbulkan kesenjangan sosial antar-masyarakat di Indonesia.
“Ketiga, kemanusiaan yang adil dan beradab, kita ini paling rendah peradabannya.”
“Contoh seperti tadi, orang Islam dari kecil sudah diajarkan bersih, tapi tidak tercermin dalam perilakunya sehari-hari, buang sampah seenaknya. Jadi kemanusiaan yang adil dan beradab tidak jalan,” ulas Azyumardi.
Keempat, mengenai demokrasi Indonesia, yakni permusyawaratan yang diterjemahkan sebagai sistem demokrasi.
Menurut Azyumardi Azra, tatanan demokrasi Indonesia saat ini kacau balau alias hancur secara prosedural maupun subtansi.
“Meski begitu, publik Indonesia masih percaya dengan demokrasi, khususnya ormas-ormas Islam. Jika ormas Islam tidak pro demokrasi, maka demokrasi ini tidak akan tumbuh.”
“Keadilan sosial, kesenjangan sosial. Jadi itu agenda-agenda pokok kita ke depan dan kita harus memperbaiki, walaupun saya tidak pesimis dengan ,” ucap Azyumardi. (Chaerul Umam/babenews)