Buol, Tabenews.com – Mewujudkan demokrasi yang ideal, masyarakat harusnya memiliki partisipasi yang lebih besar pada proses politik. Artinya, semua lapisan masyarakat, dari daerah hingga di seluruh Indonesia memiliki ruang yang sangat terbuka dalam persaingan memperebutkan status politik. Kemunculan dinasti politik yang melingkupi perebutan kekuasaan di level lokal mengakibatkan substansi dari demokrasi itu sendiri sulit untuk diwujudkan. Sehingga dapat dipastikan dinasti politik terus membangun jejaring kekuasaannya dengan kuat dan dapat mempertahankan kekuasaan dalam lingkup lokal yang mendorong kalangan keluarga serta orang-orang terdekatnya sebagai kepala daerah untuk menggantikan kekuasaannya.
Kebijakan regulasi yang lemah dalam memangkas politik dinasti, menjadi penyebab meluasnya dinasti politik dalam Pemilukada dengan lahirnya Undang-undang Nomor. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada harusnya memberikan angin segar untuk membatasi dinasti politik yang selalu menggunakan pendekatan pelarangan konflik kepentingan. Penjelasan dalam Undang-undang ini secara terperinci menjelaskan pihak yang dianggap memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Artinya, tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan atau garis keturunan satu tingkat lurus keatas, kebawah, kesamping dengan petahana, dan terkecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
Namun sayangnya dalam perjalanan ketentuan ini di batalkan oleh Mahkama Konstitusi melalui putusan Nomor 34/PUU-XIII/2015 yang dengan alasan, konflik kepentiangan dengan petahana. Dengan hanya menggunakan pertimbangan bersifat yang sangat asumtif dan politis, seolah yang menjadi kandidat calon mempunyai hubungan darah, hubungan perkawinan dengan petahana dipastikan akan membangun dinasti politik yang pasti akan merusak tatanan generasi bangsa, tanpa mempertimbangkan ruang integritas, kompetisi, dan kapabilitas dengan yang bersangkutan secara lebih objektif.
Dinasti politik yang sering terjadi dalam pusaran politik lokal yang ada di Indonesia merupakan musuh besar dari demokrasi di karenakan masyarakat lah yang menentukan dan memilih para pemimpinnya. Sementara itu perbedaan yang mendasar dari dinasti politik dan politik dinasti adalah bahwa, dinasti politik merupakan sistem yang mereproduksi kekuasaan primitif dengan mengandalkan darah keturunan beberapa orang. Sedang politik dinasti merupakan proses yang melabeli regenerasi kekuasaan untuk kepentingan golongan tertentu dengan tujuan mempertahankan kekuasaan.
Perjalanan demokrasi di Indonesia tahun 2024 akan datang, merupakan babak baru Pemilukada. Artinya, Pemilukada serentak yang sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2020 yang di selenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020 kemarin. Sistem Pemilukada serentak memang baru, sedangkan wajah-wajah lama yang ikut serta dalam Pemilukada serentak yang memperlihatkan belum adanya sesuatu yang benar-benar baru pada mekanisme Pemilukada 2024 mendatang. Masih adanya dinasti politik yang mewarnai agenda Pemilukada serentak memberikan pelajaran berharga untuk keberlangsungan pesta demokrasi yang akan datang.
Ditingkatan politik lokal, adakalanya demokrasi kita hanya difokuskan dengan birokrasi pemerintahan saja. Seperti, ajang persaingan rekruitmen politik, dan ajang persaingan partisipasi politik. Hal ini lah yang membuat paradigma berpikir elit politik lokal hanya fokus pada kedudukan eksekutif. Sehingga pertarungan dalam Pemilukada menjadi sangat penting dengan merebut kekuasaan menjadi pertaruhan bagi dinasti politik dalam mempertahankan kekuasaan yang telah di wujudkannya.
Mungkin kita masih ingat Pemilukada di tanggal 15 Februari 2017 kemarin, kurang lebih ada 12 kandidat yang diketahui sebagai hantu dari dinasti politik dan terbangun dari daerah masing-masing. Salah satu dari 12 kandidat yang diketahui itu adalah Andika Hazrumy yang ikut terjun menjadi calon wakil Gubernur Banten. Andika tidak lain anak dari mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Andika dulu yang merupakan anggota DPR RI periode 2014-2019 yang dicalonkan oleh DPP Partai Golkar Banten yang dipimpin Ratu Tatu Chasanah, adik kandung dari Ratu Atut sendiri.
Realitas 12 dari kandidat menarik untuk kita kaji kembali, sebagian orang boleh jadi menganggap ini adalah hal yang wajar, namun sebagian orang lagi menganggap hal tersebut adalah distorsi terhadap demokrasi kita. Dasar demokrasi menuntut kita untuk melakukan konsolidasi yang seharusnya, sedang fenomena yang muncul tidak lain adalah dinasti politik yang akan mengancam transisi fase demokrasi dalam perwujudan konsolidasi demokrasi. Sementara itu unsur-unsur yang terlibat dalam konsolidasi demokrasi yaitu lembaga institusi politik, baik itu partai politik, kelompok kepentingan, elit politik maupun seluruh unsur masyarakat.
Praktek dinasti politik yang berlangsung lama di Indonesia telah banyak merusak tatanan demokrasi kita, hal itu lah yang dapat menghambat proses kandidasi dan kebaruan sebagai syarat untuk memenuhi masuk dalam kontestasi politik, sementara politik hanya dikendalikan oleh satu kelompok orang saja. Berbagai macam yang bermunculan pada Pemilukada, sementara dimana-mana dalam Pemilukada dinasti politik hanya mengamankan sumber daya, kekuasaan, dan kepentingan politik ekonomi kepada keluarga besar dan saudara-saudara yang mereka miliki.
Jejaring kekuasaan lah yang membentuk adanya dinasti politik sehingga menyebar dan kuat di setiap daerah. Di saat jejaring kekuasaan dinasti politik mendukung, maka akan memungkinkan hadirnya kekuasaan politik lokal secara absolut, dan jika kekuasaan itu absolut, maka besar kemungkinan akan terjadinya penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan semakin besar. Dinasti politik yang dibangun berdasarkan kedekatan politik keluarga menyebabkan tertutupnya keran rekruitmen politik bagi kelompok-kelompok atau orang-orang di luar dinasti kekuasaan. Olehnya, nilai-nilai politik yang bisa menghangatkan, mempertemukan dan mendekatkan dari berbagai macam elemen politik relatif telah jauh dari substansi demokrasi yang sebenarnya.
Penggiat Demokrasi & Peneliti di Institut Kajian Keuangan
Negara dan Kebijakan Publik (IK2NKP).
Redaksi