Uncategorized

Lomba Membaca Nyaring, Gerakan Sunyi yang Menggetarkan Dunia Literasi Anak di Tolitoli

59
×

Lomba Membaca Nyaring, Gerakan Sunyi yang Menggetarkan Dunia Literasi Anak di Tolitoli

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Tolitoli, Sulawesi Tengah — Di bawah langit cerah Kamis pagi, halaman Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tolitoli mendadak berubah menjadi panggung ekspresi, suara, dan imajinasi. Sebanyak 48 siswa dari 28 sekolah di Kecamatan Baolan dan Galang bergantian naik ke panggung, membacakan kisah-kisah rakyat Nusantara dengan semangat yang menular. Kegiatan bertajuk “Meningkatkan budaya baca anak dan sastra, rasa dan karsa serta belajar budaya melalui cerita rakyat Nusantara” itu bukan sekadar lomba, melainkan perayaan atas daya hidup literasi di tengah arus digital yang semakin deras.

Di era ketika anak-anak lebih sering menggulir layar daripada membuka halaman buku, lomba membaca nyaring ini menjadi semacam perlawanan lembut terhadap lupa. Membaca dengan suara lantang menuntut lebih dari sekadar kemampuan membaca—ia memerlukan pemahaman, penghayatan, dan keberanian untuk memaknai setiap kata. Para peserta, dengan wajah tegang namun berbinar, seolah berkata bahwa literasi bukan lagi kegiatan sunyi, tetapi ruang untuk mengekspresikan jiwa.

“Anak-anak belajar bukan hanya mengenal huruf, tapi juga memahami rasa,” ujar salah satu panitia lomba, menekankan bahwa kegiatan ini menjadi langkah nyata untuk menumbuhkan minat baca sejak dini. Dengan membaca nyaring, siswa diajak mengenal bahasa sebagai seni berbicara dan mendengarkan, sebagai jembatan antara pengetahuan dan empati.

Di hadapan para juri, setiap peserta membawakan kisah rakyat seperti Malin Kundang, La Upe, atau Legenda Gunung Tompotika dengan intonasi yang bergetar lembut namun penuh makna. Beberapa menambahkan sentuhan teatrikal—gerakan tangan, mimik wajah, bahkan musik latar sederhana. Ruang kecil di halaman perpustakaan itu seakan menjadi dunia baru tempat imajinasi berkuasa dan nilai-nilai lokal berpadu dengan semangat modern.

Namun, di balik sorak dan tepuk tangan, tersimpan pesan yang lebih besar: bahwa membaca bukan sekadar kemampuan akademis, melainkan fondasi peradaban. Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tolitoli berharap kegiatan ini menjadi gerbang menuju kebiasaan membaca di rumah, di sekolah, dan di tengah masyarakat. “Kita tidak bisa membangun bangsa yang maju tanpa membangun budaya membaca,” kata Kepala Dinas dalam sambutannya.

Pemerintah daerah pun melihat lomba ini sebagai refleksi dari visi besar “Tolitoli Maju, Sejahtera, dan Berkelanjutan.” Sebab, di balik kemajuan infrastruktur dan ekonomi, ada satu kekuatan yang lebih abadi: manusia yang berpikir, membaca, dan menulis. Literasi bukan hanya soal kata, tetapi tentang membangun karakter dan masa depan.

Ketika lomba berakhir, suasana tak serta-merta reda. Anak-anak saling berpelukan, guru-guru tersenyum bangga, dan para orang tua menatap dengan mata berkaca-kaca. Di tengah dunia yang serba cepat, kegiatan sederhana seperti membaca nyaring ini terasa seperti jeda—sebuah napas panjang yang mengingatkan kita bahwa pengetahuan, pada akhirnya, selalu dimulai dari satu hal: mendengarkan kata dengan hati.

Example 468x60
banner 325x300
Example 120x600