Oleh Hasanuddin Atjo
Ketersedian pangan dan energi di sebuah negara menjadi variabel penting dalam mengendalikan roda perekonomian. Dan bila salah satu variabel ini terganggu, maka inflasi meningkat, menyebabkan harga pangan bergerak naik yang secara berkepanjangan bisa mengganggu stabilitas.
Mempertahankan harga BBM tetap normal, semakin sulit karena harga minyak dunia terus bergerak naik dan menyebabkan subsidi semakin besar. Karena itu suka tidak suka, Pemerintah tidak ada pilihan lain, dan dengan sangat terpaksa harus mengurangi subsidi itu
Bila subsidi tidak dikurangi, maka dipastikan Pemerintah terganggu untuk melaksanakan program lain yang prioritas seperti pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Keputusan mencabut subsidi BMM Pertamax, menyebabkan harga jual naik dari Rp 9.000 ke Rp 12.500 per liter. Kenaikan ini dinilai oleh sejumlah kalangan tidaklah keliru, karena jenis dari BBM beroktan tinggi ini, penggunanya didominasi klas atas. Sedangkan BBM lainnya seperti solar, premium, pertalite, dexlite harga tidak berubah, karena masih disubsidi.
Harga BBM di negeri ini termasuk termurah di ASEAN . Di Singapura BBM setara pertamax dipatok dua kali Indonesia yaitu Rp 30.208 , Laos Rp24.767, Filipina Rp20.828. Selanjutnya Kamboja Rp20.521, Thailand Rp19.767, dan Vietnam Rp16.500/liter (Global Petro Prices, 2021).
Karena kenaikan harga BBM yang sulit diprediksi karena mengikuti harga global, berdampak terhadap fluktuasi inflasi, dan akan berimbas terhadap naiknya harga bahan pangan, perlu segera diantisipasi. Membangun kemandirian pangan dalam rangka ketahanan pangan merupakan salah satu strategi yang dinilai relevan.
*********
Kemandirian Pangan berpengaruh terhadap ketersediaan, maupun distribusi pangan di dalam negeri yang bermuara pada nilai Indeks ketahanan pangan. Rendahnya kemandirian pangan menjadi salah satu sebab negeri ini mengimpor pangan tertentu dari sejumlah negara. Dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data bersumber dari GFSI, Global Food Security Index, bahwa indeks ketahanan pangan Indonesia pada tahun 2021 turun menjadi 59,2 dari 61,4 poin pada tahun 2020. Dan memposisikan Indonesia turun peringkat dari 65 menjadi urutan 69 di tahun 2021 dari 113 negara yang disurvei.
Dibtahun 2019, indeks ketahanan pangan Indonesia masih lebih baik, 62,6 poin berada di posisi ke 62 dengan nilai ketersediaan sebesar (70,4), keterjangkauan (61,0) dan kualitas, serta keragaman pangan sebesar (47,1).
Fenomena yang ditunjukkan di atas mengindikasikan Indeks ketahanan pangan negeri kita rentan dengan goncangan. Ini diperlihatkan oleh turunnya indeks ketahanan pangan secara linier dari 2019 menuju ke tahun 2021. Selain itu juga masih kurang dalam pemenuhan kualitas dan keragaman pangan.
Demikian halnya ketahanan SDA Indonesia dinilai buruk oleh karena belum dilindungi kebijakan politik yang kuat, dan rentan terpapar bencana terkait perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan pencemaran lingkungan yang cenderung makin tidak terkendali.
Menurut GFSI, harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya cukup memadai dibanding negara lain. Namun, infrastruktur pertanian pangan di bawah rata-rata global sudah tentu berdampak terhadap ketersediaan dan keterjangkauan karena lebih mahal.
Seanjutnya Di tingkat ASEAN posisi Indonesia berada di Peringkat ke 6 setelah Singapura (74,4), Malaysia (70,1) , Thailand , (64,5), Vietnam (61,1). dan Philipina (60,0). Hanya unggul dari Myanmar, Kambodja dan Laos. Kondisi ini berlangsung sudah cukup lama, dan menjadi tantangan stakeholders.
*******
Percontohan program Food Estate, “Lumbung Pangan Terintegrasi” yang dicanangkan presiden Joko Widodo tahun 2020 di kabupaten Pulang Pisau seluas 10.000 ha, dan Kapuas seluas 20.000 ha, Provinsi Kalimantan Tengah dinilai relevan dengan upaya meningkatkan kemandirian pangan dan ini layak mendapat prioritas.
Percontohan itu berperan sebagai role model bagaimana skenario memperbaiki kemandirian pangan dalam rangka penyediaan maupun distribusinya. Harapannya model ini bisa dicontoh oleh sejumlah daerah mulai di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua serta Nusatenggara dan Bali.
Ada beberapa ciri dari Food Estate yaitu ; Pertama berbasis kawasan dengan mono komoditi (integrasi vertikal ) atau beberapa komoditi (integrasi horisontal) yang dikemas dalam satu rangkaian hulu dan hilir yang didukung oleh konektivitas yang baik.
Kedua, pendekatan genetik dan lingkungan yang bertujuan agar spesies komoditi bisa beradaptasi dengan kondisi spesifik lokal dan memiliki produktifitas yang tinggi. Selain itu strategi meminimalisasi dampak lingkungan akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Ketiga, integrasi digital-mekanisasi menjadi ciri baru dari program ini. Misalnya menggunakan tracktor yang diintegrasikan dengan sistem digitalisasi terkait kebutuhan hara. Penanaman benih digantikan oleh mekanisasi, pemupukan digsntikan bantuan pesawat drone. Dan saat panen dilakukan secara mekanis.
Keempat, sangat dimungkinkan menerapkan kegiatan berorientasi nilai tambah dengan pendekatan green Economy yang saat ini telah menjadi salah satu isu global.
*********
Diharapkan semua daerah bisa mengembangkan sektor pangan dengan cara cara baru seperti Food Esrate agar secara agregat dapat meningkatkan kemandirian. Pangan, Ketahanan Pangan serta Kesejahteraan Masyarakat secara berkelanjutan. SEMOGA