Buol, Tabenews.com – Objek Wisata Permandian Tirtaria merupakan salah satu objek wisata permandian yang terletak di kelurahan Kulango Kecamatan Biau Kabupaten Buol yang merupakan andalan dan primadona bagi warga wisatawan lokal dari beberapa Kecamatan di wilayah timur mau pun ibukota Kabupaten Buol, Senin (01/05/2023).
Namun sayangnya sungguh sangat memperihatinkan Soal manajemen tata kelolanya diduga masih ada oknum pengelola yang melakukan pungutan liar kepada para wisatawan lokal yang datang dengan menaikan tarif tidak sesuai dengan tarif yang biasanya.
Hal tersebut dialami oleh seorang wisatawan asal warga Desa Lonu kecamatan Bunobogu yang namanya tidak mau di sebutkan mengatakan “kami datang dari desa Lonu membayar pintu masuk 5000/orang dan parkiran 2000/motor, kami sudah di minta uang pintu masuk di tambah lagi parkir motor, pas kami tanya ada karcis pintu masuk permandian dan parkiran di jawab katanya permandian Tirtaria milik pribadi, ini sudah namanya pungutan liar yang seharusnya ada karcis biar Pendapatan Asli Daerah ada”
“Kami sangat kesal dengan harga pintu masuk di tambah lagi bayar parkiran tapi pasilitas tidak memungkinkan berapa pun kami bisa bayar tapi pasilitas di perbaiki juga bahkan sebelum masuk pintu permandian jalannya penuh pecel atau jalannya ba paceh” ucap seorang ibu saat di wawancarai oleh media di lokasi permandian.
Hal lainnya dengan wisatawan dari Desa Doulan, mengatakan Ia datang bersama rekannya dengan menggunakan empat sepeda motor ke objek wisata tersebut sekitar pukul 10.00 WIB, namun dirinya kaget dan heran untuk masuk ke obyek wisata permandian 5000/orang dan parkir 2000/motor. padahal pungutan tersebut berlaku secara perorangan tanpa di lengkapi karcis retribusi.
“Saya heran kok tarifnya sudah naik yang biasanya hanya 2000/orang ini sudah naik menjadi seharga Rp5.000, seharusnya dinas terkait harus lebih giat di tempat wisata agar para pengunjung lebih senang tapi kenyataannya berbeda, apa lagi wisata permandiaan di wilayah kota tentunya ada perhatian serius oleh dinas terkait” ucap warga tersebut.
Menurut pengelolah wisata permandian Tertaria bahwa lokasi obyek wisata adalah milik keluarga dan bangunan yang di bangun pemerintah hanya numpang sementara. Jadi kami berhak melakukan pemungutan setiap orang yang masuk di wilayah permandian wisata tersebut.
Fenomena perilaku Pungli ini pada akhirnya berakar kuat di kehidupan sosial bermasyarakat dan seakan-akan sudah menjadi budaya masyarakat yang dimaklumi keberadaanya. Dimana walaupun kedua belah pihak menyadari bahwa pungli yang dilakukan tersebut telah menyalahi aturan-aturan, akan tetapi karena terjadinya “simbiosis mutualisme”, maka hal tersebut menjadi perbuatan yang “sah”. Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya dan serius melakukan pemberantasan pengutan liar (pungli) sampai ke akar-akarnya.
Pungli telah memberi dampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hampir disetiap institusi dan instansi tingkat pusat maupun daerah ada saja oknum nakal dan tidak bertanggung jawab yang melakukan Pungli. Menimbang kondisi demikian sangat wajar jika negara Indonesia dalam status berada diambang batas darurat Pungli.
Pungli seperti yang terjadi di beberapa tempat wisata yang ada di kabupaten buol seharusnya menjadi perhatian serius bagi dinas terkait agar masyarakat yang berada di wilayah wisata dan para wisatawan lokal bisa lebih terarah dalam hal pendapatan asli daerah (PAD).
Tentunya pemerintah daerah harus mengatur soal tarif dan mendata kembali dimana tempat wisata yang statusnya menjadi aset daerah dan tentunya akan melahirkan yang namanya Pendapatan Asli Daerah dari obyek Wisata tersebut.
Redaksi.