Uncategorized

Ini Penjelasan Kajari Buol Terhadap Vonis BK Oleh PN Buol

196
×

Ini Penjelasan Kajari Buol Terhadap Vonis BK Oleh PN Buol

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Buol, Tabenews.com –  Vonis Pengadilan Negeri (PN) Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng), menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara terhadap (BK) dan hukuman kebiri karena memperkosa anak kandung. BK sebelumnya pernah dihukum di kasus serupa dan dihukum 9 tahun penjara.

Menanggapi hal tersebut Kejaksaan adalah menjadi eksekutor dalam penerapkan hukuman kebiri bagi yang terbukti secara sah dan menyakinkan pelaku predator seksual terhadap anak. Ini dimaksudkan agar ada efek jera dan menurunkan tingkat kejahatan seksual terhadap anak di kabupaten Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng)

Seperti kita ketahui bersama bahwa Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak sebagai turunan dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Aturan ini memberikan kewenangan kepada negara untuk dapat menjatuhkan Tindakan Kebiri Kimia bagi Pelaku Persetubuhan terhadap Anak, yang mana tindakan kebiri kimia sebagai pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau menggunakan metode yang lain.

Adapun pelaksaan hukuman kebiri kimia dengan pemberian zat kimia melalui penyuntikan kepada pelaku.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buol, Lufti Akbar, S.H, M.H dalam keterangan resminya kepada media ini, Senin 15 Mei 2023, menjelaskan pemberian tindakan hukuman kebiri bagi pelaku predator anak untuk memberikan efek jera serta mencegah terjadinya pelaku seksual terhadap anak, dan hal ini Ia akui pertama terjadi di Kabupaten Buol.

Berdasarkan fakta persidangan merujuk putusan PN Buol menyatakan pidana pokok, dimana jaksa menuntut 13 tahun penjara, tetapi Hakim menjatuhkan hukuman 16 Tahun penjara dan tambahan hukum kebiri, maka Jaksa menerima putusan tersebut.

Tindakan kebiri kimia ini hanya dilakukan kepada pelaku dewasa yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yang mana perbuatannya menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, yang bertujuan untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi. Tindakan kebiri kimia ini akan dijalankan setelah pelaku menjalani pidana pokoknya. Terbitnya peraturan ini diharapkan dapat menjadi jawaban tentang pelaksanaan tindakan kebiri kimia dalam praktik.

“Tujuan akhirnya memberikan efek jera, tentu hal ini tidak semuda untuk mengubah mainset dan moral setiap orang untuk berubah, karena tergantung dari sifat dan Moral manusia itu sendiri, namun hal ini dilakukan atas dasar undang-undang yang harus dilaksanakan,” tuturnya kepada awak media, Senin (15/5/2023).

Putusan Pengadilan Negeri Buol merupakan putusan pertama yang isinya memerintahkan penjatuhan tindakan kebiri kimia bagi Terpidana BK, setelah selesai menjalani pidana penjara. Namun, di sisi lain, tindakan kebiri kimia menuai pertanyaan dikalangan masyarakat, terkait dampaknya terhadap terpidana, hak dasar terpidana yang rentan terlanggar, dan siapa pihak yang akan melakukan eksekusinya.

Sementara itu, menurutnya tindakan hukuman kurungan penjara atas putusan dan kebiri (bukan Hukuman tapi tindakan) bagi pelaku kekerasan seksual apabila fakta di persidangan layak untuk di kebiri. itupun setelah vonis hakim, akan ada 7 hari masa fikir-fikir atau ada tindakan terdakwa atau penasehat hukum (PH) untuk melakukan upaya hukum atau banding atas vonis tersebut, namun jika memasuki hari ketujuh tidak ada upaya banding, maka perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkra), selanjutnya, pihak kejaksaan selaku eksekutor akan mengeksekusi dan melakukan hukum kebiri.

”Begitupun pelaku melakukan kejahatan seksual berkali-kali dengan beberapa jumlah anak. Dan sudah masuk dalam kategori predator anak.”Saat perbuatan berulang dan korbannya banyak,” terang Lufti Akbar, SH yang didampingi Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Moh Farhan, S.H dan Kasi Intel Usman La Uku, S.H.

Kajari mengungkapkan, tren angka kenaikan kasus predator anak di Buol sendiri semakin meningkat grafiknya dari Tahun ke tahun. Adapun kasus kekerasan seksual dan pencabulan terbanyak dalam kasus pencabulan terhadap anak.

Dalam UU No. 17 Tahun 2016 dan PP No. 70 Tahun 2020 dapat diketahui bahwa tujuan penambahan ketentuan mengenai tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi dan rehabilitasi adalah untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Lalu, penjatuhan tindakan kebiri kimia akan dibarengi dengan adanya pemasangan alat pendeteksi dan rehabilitasi bagi pelaku.

Berdasarkan PP No. 70 Tahun 2020, tindakan kebiri kimia dikenakan terhadap pelaku persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,

Lebih jauh Kajari Lufti Akbar menjelaskan terkait sistem dan teknis pelaksanaan vonis kebiri itu sendiri dilakukan setelah terdakwa menjalani pidana pokoknya, dan tindakan kebiri dilakukan Fase Assesmen layak untuk di kebiri dan harus melibatkan dokter ahli dan meminta petunjuk ke Kejati Sulteng dan Kejagung untuk dilakukan eksekusi.


”Tentu hal ini akan menjadi prokontra, namun terlepas dari norma jika sudah ada putusan, maka wajib untuk melakukan eksekusi,” jelasnya.

Kemudian, pelaksanaan tindakan kebiri kimia akan dilakukan dalam tiga tahapan. Pertama, penilaian klinis, yang dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidang medis dan psikiatri yang berasal dari koordinasi kementerian kesehatan dengan pihak kejaksaan. Penilaian klinis meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kedua, kesimpulan yang memuat hasil dari penilaian klinis yang memastikan pelaku persetubuhan terhadap anak layak atau tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia. Ketiga, pelaksanaan tindakan kebiri kimia. Dalam hal kesimpulan atas penilaian klinis menyatakan bahwa pelaku persetubuhan terhadap anak tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia.

Petugas yang melakukan pelaksanaan tindakan kebiri kimia merupakan petugas khusus yang memiliki kompetensi di bidangnya dan dilakukan atas perintah jaksa, sebagai bagian dari melaksanakan putusan pengadilan.

Tindakan kebiri kimia merupakan respon negara yang dinantikan oleh masyarakat pencari keadilan yang terdampak oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak. Namun demikian, terobosan dalam penegakan hukum perlindungan anak ini perlu didasarkan pada pengujian dan penilaian yang menyeluruh baik dari segi medis, psikologis, dan hukum sebagai upaya mitigasi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh tindakan kebiri kimia.

Selanjutnya, stigma dari masyarakat dapat dialami manakala identitasnya diumumkan dan dilakukannya pemasangan alat deteksi elektronik dapat memicu pelaku mengulangi perbuatannya atau melukai dirinya sendiri meski ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan si pelaku dan dapat pula bertujuan untuk membebaskan pelaku dari rasa bersalah. Merespon hal ini maka semangat retributif yang hendak menghukum pelaku secara berlebihan dari seluruh elemen masyarakat perlu dijaga oleh hukum pidana dan sistem peradilan pidana. Dalam hal ini, tindakan kebiri kimia hanya dapat diterapkan kepada pelaku kekerasan seksual dengan kualifikasi tertentu dan pelaksanaannya dilakukan oleh petugas dengan kompetensi tertentu. Penentuan itu harus berdasarkan pada hasil pemeriksaan kondisi kesehatan fisik dan psikis pelaku. Data tersebut diperoleh melalui uji klinis yang tepat dan lengkap sebelum proses penuntutan terhadap pelaku dimulai.

Tujuan tindakan kebiri kimia tersebut adalah perpaduan antara penjeraan, pencegahan dan rehabilitasi bagi pelaku dewasa dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan gangguan pedofilia. Termasuk tercapainya tujuan pengaturan tindakan kebiri kimia yakni untuk mengatasi maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Kiranya para pemangku kepentingan dapat menjawab polemik yang ada.

Ia pun mengaku bahwa dan hukuman kebiri ini Jaksa bukan eksekusi teknis tetapi, tim medis atau dokter khusus. Untuk itu pihaknya berharap dengan banyaknya kasus ini, sangat diharapkan perannya seluruh masyarakat serta lembaga dan organisasi keagamaan untuk melakukan sosilasisasi serta pendampingan kepada masyarakat baik kaum wanita dan pria untuk dilibatkan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan maupun kegiatan keagamaan, sehingga hal ini tentu memberikan pencerahan dan tatanan kehidupan dan keluarga dan bermasyarakat. Tutup Lufti Akbar

Redaksi

Example 468x60
banner 325x300
Example 120x600