Oleh Mochtar Marhum
Tolitoli, Tabenews.com – Pemanasan Global (Global Warming) menjadi salah satu ancaman serius di muka bumi saat ini karena menimbulkan berbagai dampak bencana alam yang sangat serius dan bahkan bisa fatal atau menimbulkan kematian dan kerugian harta benda yang terhitung nilainya. Tidak hanya menimbulkan korban jiwa tapi juga bisa menyebabkan kehilangan harta benda dan hilangnya wilayah pemukiman penduduk yang cukup luas.
Bencana itu ada dua yaitu natural disaster atau bencana alam dan Bencana yang ditimbulkan oleh ulah manusia dan disebut man made disaster.
Bencana yang pertama termasuk misalnya Gempa Bumi danTsunami dan yang kedua termasuk banjir, fenomena tanah liquifaksi, tanah longsor, kebakaran dan bahkan juga wabah penyakit seperti Virus Covid, perang dan konflik kekerasan lainnya.
Bencana alam yang memang ditimbulkan oleh fenomena alam yang terjadi secara alamia (natural) tentu tidak bisa diintervensi manusia kecuali kehendak sang pencipta alam ini.
Untuk mengatasi bencana alam hanya bisa dilakukan melalui mitigasi bencana, edukasi kebencanaan, pendidikan tanggap bencana dan optimalisasi manajemen bencana yang bertujuan mengurangi dampak atau resiko yang ditimbulkan oleh bencana alam tersebut.
Sedangkan bencana yang ditimbulkan oleh ulah manusia tentu sangat tergantung dari charakter dan intergritas serta respon individu dan masyarakat.
Memikirkan masa depan planet bumi dan masa depan anak cucu umat kita ke depan itu sangat penting seperti yang dicontohkan negara negara yang punya perdaban maju dan berbudaya ramah lingkungan.
Pemimpin negara negara maju yang mau berunding dan membuat kesepakatan bersama dalam bentuk misalnya pernjanjian (Treaty) seperti perjanjian Kyoto Protocol tahun 1992 oleh negara negara maju yang menyetujui pengurungan gas emisi efek rumah kaca (Greenhouse Gas Emision) merupakan sejarah kesadaran umat manusia di abad modern walaupun hasilnya belum sesuai harapan
Manusia yang beragama dan beriman idealnya bisa mencegah terjadi bencana tipe dua yaitu bencana yang terjadi ditimbulkan akibat ukah manusia.
Namun, kesombongan, kerakusan dan dendam bisa menjadikan manusia memilki nalar sungsang, akal sehat hilang dan hampir tidak bisa lagi mengendalikan ambisi politik dan ketamakan.
Penguasa dan pengusaha berkolaborasi mengeksploitasi dan menguasai sumber daya alam secara berlebihan sehingga disinyalir juga memicu terjadi bencana akibat ulah manusi.
Konflik bersenjata dan perang saudara di beberapa wilayah di Afrika, Eropa Timur Ukraina – Rusia melibatkan sekutu mereka dan konflik perang saudara di Timur Tengah yang seakan hampir tidak berkesudahan seperti di Suria, Yaman, Libya, Afganistan dan Irak Palestina-Israel telah menimbulkan penderitaan yang seperti tidak akan berkesudahan hingga sering memicu terjadinya gelombang pengungsian besar-besaran dan menimbulkan masalah sosial yang signifikan.
Negara negara makmur dan negara-negara sedang berkembang serta negara negara miskin saling menyalahkan satu sama lain. Mereka saling menuding bahwa kerusakan lingkungan ditimbulkan oleh ulah manusia yang lebih menonjolkan keinginan (wants) dari pada kebutuhan (needs) sehingga sehingga disinyalir sering terjadi ekpoloitasi alam secara besar-besaran tanpa mempertimbangkangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Aktivitas manusia mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan pembangunan bisa memicu meningkatnya resiko dan potensi bencana alam akibat perbuatan yang tidak ramah lingkungan.
Peningkatan emisi carbon bisa memicu naiknya suhu bumi yang juga menjadi kekhawatiran penduduk bumi saat ini karena menimbulkan badai elnina dan lanina yang akibatnya menimbulkan bencana musim kemarau berkepanjangan sehingga terjadinya bencana kebakaran dan juga sebaliknya bisa curah hujan meningkat sehingga menimbulkan bencana banjir.
Akibat dampak dari pemenasan global memicu terjadinya sejumlah bencana alam termasuk Banjir, Tanah Longsor, Musim Kemarau berkepanjangan, naiknya permukaan laut karena gunung es di kutub mulai mencair. Dan bisa mengancam tenggelamnya beberapa daerah wilayah pesisir pantai yang posisinya rendah.
Beberapa negara kecil di Pasifik Selatan sejak tahun 2016 misalnya seperti kepulauan Salomon, Tuvalu, Vanuatu, Kiribati, Fiji dan Maldives, masyarakat di sana mengakui dan merasakan bahwa telah terjadi naiknya permukaan laut dan air di daerah pesisir pantai mulai naik sehingga beberapa pulau mulai tenggelam.
Kenaikan permukaan laut adalah fenomena naiknya permukaan laut yang disebabkan oleh banyak faktor yang kompleks. Permukaan laut telah mengalami kenaikan setinggi 120 meter sejak puncak zaman es 18.000 tahun yang lalu. Kenaikan tertinggi muka air laut terjadi sebelum 6.000 tahun yang lalu.
Beberapa waktu lalu ada kuliah umum di FISIP UNTAD oleh Kementrian Luar negeri RI menegaskan dugaan kemungkinan akan ada pengungsi besar-besar akibat pemanasan Global dan perubahan iklim yang bisa menenggelamkan beberapa wilayah rendah di dearh pasifik selatan sehingga dapat menibulkan bencana sosial. Selama ini kita hanya melihat pengungsi yang ditimbulkan oleh perang dan konflik kekerasan tapi ke depan bisa terdapat pengungsi akibat terjadi pemanasan global dan perubahan iklim dan penduduk yang tinggal di wilayah rendah di pesisir pantai mengungsi karena pemukimannnya akan tenggelam karena naiknya permukaan laut akibat mencairnya gunus es di kutub selatan dan kutub utara.
Kemarin saya melihat video amatiran di grup WAG keluarga yang diposting sepupu saya di Tolitoli. Rumah tempat kelahiran saya, rumah budel milik almarhum orang tua saya yang kini ditempati sepupu saya dan suaminya terendam air.
Kedalaman air diperkirankan sekitar satu meter dan kedalaman air di jalan depan rumah kami lokasinya tepat di depan SMK Swakarya (Ex STM Daerah) mungkin kedalamannya sekitar hampir dua meter.
Dulu sekitar dua atau tiga dekade lalu di kota Tolitoli ada beberapa tempat yang bisa dianggap mirip daerah tangkapan air atau seperti waduk kecil yang mungkin bisa disamakan dengan water catchment.
Daerah tangkapan air atau water catchment tersebut terdapat di Kampung Buol dan kampung Selayar serta di kompleks rumah seratus di antara Lonti dan dekat Kabinuang.
Pasca Banjir Bandang yang dulu saya sempat diundang oleh teman-teman dalam kegiatan diskusi yang membahas masalah banjir Tolitoli dan solusinya. Yang hadir antara lain dari pihak pemerintah, DPRD, TNI POLRI, Akademisi, Aktivis dan sejumlah stakeholder.
Rekomendasi dan masukan yang cerdas dan inspiratif juga telah ditindaklanjuti (Follow Up) oleh pemerintah Kabupaten Tolitoli seperti dilakukan pengerukan sungai, menata daerah aliran sungai dan membersihkan gorong-gorong dan drainase di dalam kota. Namun, hasilnya belum maximal dan efektif karena banjir tetap menggenangi beberapa wilayah di kota Tolitoli.
Daerah tangkapan air semacam waduk ini bisa menyimpan air jika terjadi hujan deras dan cukup lama atau terjadi air pasang.
Mungkin itu salah satu penyebab sehingga hampir tidak pernah terjadi banjir besar yang nyaris menenggelamkan kota Tolitoli karena masih ada daerah tangkapan air yang dapar menyimpan limpahan air yang deras dengan debit air yang cukup banyak.
Jadi menurut asumsi dan dugaan sya salah satu penyebab banjir di Tolitoli akhir akhir ini karena daerah tangkapan air yang dulu ada di Kampung Buol, Kampung Selayar dan di kompleks rumah seratus kayaknya nyaris tidak ada lagi karena sebagian besar telah ditimbun untuk perluasan dan pengembangan pemukiman dan pertokoan.
Jadi mungkin ini salah satu penyebabnya banjir karena ketika terjadi hujan lebat maka debit air hujan yang banyak akan melupap ke pemukiman dan terjadi banjir.
Seharusnya jika masih ada daerah tangkapan air mungkin air yang melimpah bisa masuk dan tersimpan sementara di daerah tangkapan air dan kemudian bisa mengalir ke laut. Namun kini semua daerah tangkapan air itu sudah tertimbun rata dan menjadi pemukiman penduduk yang cukup padat.
Lagi pula reklamasi pesisir pantai di dekat muara sungai dan di dekat tanjung batu mungkin juga bisa jadi pemicu terjadinya banjir. Apalagi posisi kota Tolitoli sangat rendah dari permukaan laut.
Juga ditambah air pasang (Air nae) menimbulkan banjir rob karena air pasang turut mendorong air hujan yang akan mengalir ke laut.
Yang jelas saya lahir dan besar di Tolitoli dan seingat saya sejak tahun 1970an sampai 1980an jarang terjadi banjir banjir besar seperti yang terjadi di dua atau tiga dekade belakangan yang nyaris menenggalamkan beberapa wilayah di kota Tolitoli.
PERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TOLITOLI NO 16/TAHUN 2012 – 2032, perencanaan kota (urban planning) yang baik harus bisa diimplementasikan secara optimal dan efektif.
Daerah konservasi dan hutan lindung harus terpelihara dan dilindungi dari tangan tangan jahil
Ilegal loging yang bisa merusak hutan lindung memjadi pemicu kerusakan lingkungan yang bisa menimbulkan banjir dan tanah longsor. Perbuatan melawan hukum ini harus selalu diawasi dan ditindaki dengan tegas menurut UU jika terjadi. UU Nomor 5 Tahun 1990 tanggal 10 Agustus 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bisa digunakan untuk menyelamatkan hutan lindung dan daerah resapan air.
Pembangunan pemukiman, perkantoran, usaha bisnis dan pembukaan lokasi lahan perkebunan harus dipertimbangkan dengan matang melalui kajian studi kelayakan dan tentu harus memiliki AMDAL yang valid dan reliable. Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya disebut Amdal, dalam Perundang-undangan nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.Jun
Solusi ke depan yaitu pembangunan harus ramah lingkungan dan harus memikirkan dampak ekologis. Dibutuhkan studi kelayakan (Feasibility Studies) sebelum dikakukan pembangunan yang berdampak ekologis yang luas. Juga harus ada kajian amdal yang valid dan objektif atau tidak boleh sama sekali ada fabrikasi data atau neko neko hasil kajian Amdal.
Dan ini mungkin bisa menjadi solusi baik untuk pembangunan yang aman dan nyaman ke depan agar tidak selalu terjadi banjir air, banjir keringat dan juga mungkin banjir air mata karena masyarakat hampir setiap musim penghujan mengalami penderitan lahir batin dan kerugian materil.